Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas. Sektor peternakan menjadi potensi terbesar ke-2 setelah pertanian, terutama ternak ruminansia (sapi perah dan sapi potong). Tiap tahun ribuan ekor sapi impor membanjiri pasar ternak lokal yang siap bersaing dengan ternak ternak lokal. Dengan mulai berkembangnya sektor peternakan di wilayah Indonesia, haruslah diimbangi dengan pengolahan limbahnya.
Namun disisi lain, peningkatan produksi ternak secara tidak langsung tersebut juga menimbulkan ekses (dampak) negatif. Diantaranya adalah limbah yang dihasilkan dari ternak itu sendiri. Peternakan dituding sebagai penyumbang pemanasan global hingga 30 %, karena limbah dari peternakan selain baunya yang dapat menggangu lingkungan sekitar juga dapat menghasilkan gas metana tinggi sehingga menimbulkan pencemaran udara. Limbah ternak yang sebagian orang beranggapan miring karena jijik dan kotor namun banyak sekali manfaat apabila dikelola dengan benar. Disadari atau tidak, limbah peternakan ini selain mengganggu lingkungan sekitar, juga dapat menimbulkan bibit penyakit bagi manusia.
Saat ini masyarakat masih kurang menyadari akan pentingnya upaya pengelolaan limbah peternakan yang dihasilkan sehingga terkesan tidak mau tahu. Kalaupun ada pihak yang berupaya menanganinya akan menjadi kurang efektif karena tidak mendapat dukungan dari pihak lain. Melihat kenyataan seperti itu timbullah suatu pertanyaan, bagaimana caranya mengelola limbah ternak agar selain tidak merusak lingkungan juga dapat memberikan keuntungan bagi sektor lain . Limbah peternakan yang dihasilkan ada yang berupa kotoran (pupuk kandang) ada pula yang berupa sisa-sisa makanan. Setiap usaha peternakan baik itu berupa sapi, ayam, kambing, kuda, maupun babi akan menghasilkan kotoran. Sehingga menejemen penanganan limbah kotoran sapi sangatlah penting Dalam pemaparannya disampaikan jumlah air kencing yang dikeluarkan oleh seekor sapi berat 400 kg rata-rata 15 liter/hari dan feses 8 sampai 10 kilogram/harinya. Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses. pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat.
Dari permasalahan yang ada, penulis mengajak masyarakat untuk belajar lebih mandiri dan berfikir kritis terhadap berbagai permasalahan mengenai limbah ternak tersebut. Salah satu cara menggugah kesadaran masyarakat yaitu dengan memberdayakan pembuatan pupuk organik di kalangan masyarakat yang selanjutnya pupuk tersebut dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kimia yang harganya semakin tinggi serta dapat mencemari lingkungan, sehingga diharapkan dapat menciptakan kemandirian petani untuk menunjang pelaksanaan program pengembangan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dalam upaya menjaga kualitas ekosistem alam maupun ekosistem pertanian.
Kemandirian petani disini bukan berarti mandiri tanpa peduli pada orang lain. Sudut pandang mandiri disini adalah ada hal-hal tertentu yang mestinya tidak harus mengantungkan pada produk-produk lain yang mestinya bisa diatasi oleh petani sendiri,meskipun hanya bersifat sebagian. Antara lain masalah pupuk, obat-obatan, benih dan lain sebagainya. Karena sebenarnya masalah tersebut dapat diatasai oleh petani itu sendiri, jadi ketika kekurangan pasokan pupuk dari pabrik petani tidak bingung dan tidak khawatir. Karena asal ada niat dan keinginan untuk mecoba, petani dapat membuat produk-produk unggulan diantaranya : pupuk organik, pupuk padat dan cair, obat-obatan pestisida nabati, fungisida, perangsang buah dan masih banyak lagi. Dan itu semua ternyata setelah diaplikasikan disegala jenis tanaman hasilnya tidak kalah dengan obat-obatan dan pupuk yang berbahan kimia
Proses produksi meliputi:
1) Menampung fases ternak pada tempat penampungan fases.
2) Setelah terkumpul fases dengan ketebalan 30 cm kemudian disiram dengan starter EM4, dilakukan ulangan pada setiap 30 cm.
3) Setelah tujuh hari timbunan fases dibolak balik kemudian didiamkan selama tiga hari
4) Pupuk organik siap dikemas dan digunakan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pupuk organik, meliputi:
1) Kandungan air lebih tinggi dibandingkan pupuk kimia yaitu 30-35%.
2) Suhu pada saat proses fermentasi akan meningkat.
3) Kadar total carbon akan meningkat.
4) Pemakaian pupuk yang kurang matang akan menmgakibatkan merugikan terhadap pertumbuhan tanaman karena pengaruh suhu yang panas dan adanya senyawa fitolotik.
5) Baunya tidak terlalu menyengat, kandungan amonia yang tinggi ditandai dengan bau yang menyengat.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !